Beliau adalah ayah juara nomor satu (meminjam
istilah dari Andrea Hirata)
Beliau
seperti gudang. Gudang cerita dan pengetahuan
Cerita
tentang jaman sebelum merdeka
Tentang
cacar yang dideritanya waktu itu dan pakaian goni berkutu yang menempel ditubuh
kurusnya.
Jidat yang
begitu luas menyiratkan pengetahuannya yang luas.
Senyum yang
lembut menyuarakan kesabarannya.
Seseorang
pernah bilang padaku, betapa mesranya kami.
Ya..karna
waktu itu kusentil si upil dari hidungnya.
Kadang
kemesraan dan kekurang ajaran itu tidak berbatas ^.^
Dulu aku
pernah berpikir andai saja usianya lebih muda 10 tahun
Pastilah
orang tidak salah mengira aku cucunya.
Ah…jahatnya
aku ini.
Saat itu aku
masih berseragam putih abu-abu
Saat duniaku
runtuh untuk yang pertama kali
Beliau
terserang stroke yang mengakibatkan kemampuan berbicaranya hilang
Tak bisa
lagi bercengkerama, berdebat dan saling ejek
Memanggil
namaku saja tak mampu.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Diusia yang
senja, ayahku belajar membaca lagi, belajar berbicara.
Tiap pulang
sekolah dengan putih abu-abu yang masih menempel
Ku ajari
beliau membaca. Semangatnya sperti anak yang sudah sangat ingin bisa membaca.
Waktu
berlalu, aku harus tinggal di Jogja untuk menempuh ilmu
Tak bisa
lagi ku menemani untuk belajar.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Beliau
mencoba membaca doa “Rama Kawula dan Sembah Bekti” tiap malam
Dengan
terbata-bata dan pada akhirnya menjadi rangkaian doa yang indah.
Beliau
mencoba untuk membaca doa Rosario, doa yang begitu panjang
Kadang aku malu
pada dirku sendiri, enggan untuk berdoa demikian panjangnya
Tapi ayahku,
dengan keterbatasan fisiknya mampu malantunkan doa dengan sempurna.
Saat aku
dirumah, suara doanya menembus dinding tembok
Disebutkankanlah
nama kami, anak-anaknya satu persatu
Nama kami
selalu ada dalam doanya.
Saat ayahku
menjalani operasi hernia
Tak ada satu
keluhan keluar dari mulutnya.
Di usia yang
semakin senja tentu sangat mengkwatirkan.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Para dokter
dan susterpun heran dengan daya juang dan semangatnya.
Ya…usianya
begitu senja, seakan malam sudah siap menjemput
Dan menelan
dalam gelapnya.
Kini aku
bersyukur bisa menemani ayahku melewati fase kehidupannya.
Beliau
memiliki fase yang lengkap.
Mulai dari
bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, dan kembali menjadi anak-anak.
Kini ayahku
menjadi seperti kanak-kanak lagi
Yang
dibutuhkan adalah teman untuk bercanda untuk manghapu sepi.
Satu
harapannya adalah melihatku menikah.
Semoga Bapa
di Surga berkenan mengijinkan aku untuk sungkem di pangkuan ayahku
Ayah juara
nomor satu.
By : Anast.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar