Selasa, 22 September 2015

Senja

Pagi yang tak begitu cerah menyapa, warna abu-abu mendominasi di langit. Senja, nama gadis itu.
Ia berjalan pelan dengan pandangan yang jauh menerawang, pikirannya ada di Malaysia sana memikirkan ibunya yang menjadi TKI dan tubuhnya menapaki jalan menuju sekolahnya di Wates, kota kecil yang meski tampak di peta tapi tak banyak tampak di pikiran orang. Berjalanlah Senja ke ruang piket guru. Ya....jam sudah menunjukkan pukul 07.25, dia sudah tau betul kalau terlambat dan sapaan pagi dengan tidak begitu hangat meluncur untuknya.

" Senja lagi, lagi-lagi Senja. Mau jadi apa nak besok ? Emakmu sudah jauh2 merantau jangan disia-siakan uangnya. Tiap hari kok telat. 

Kata-kata yang tak lagi dimaknai oleh Senja karna terlalu sering didengarnya. Terlalu basi untuk dicerna lagi. Tanpa disuruh, ia berjalan gontai mengambil kain lap untuk membersihkan jendela. Itulah rutinitasnya tiap pagi sebelum masuk kelas. Membersihkan jendela kantor sebagai bentuk hukuman atas keterlambatan, kadang tak jarang dia juga menyapu koridor. Untuk variasi hukuman kata seorang gurunya. Ah....betapa kreatifnya sampai-sampai hukuman juga bervariasi. Dan inilah track record seorang Senja :
1. Tiap hari terlambat
2. Alpa juga menjadi salah satu kebiasaannya.
3. Tidak menonjol apapun dalam kegiatan olahraga.
4. Suka berkata kasar, dan gonta-ganti pacar.
5. Merokok, malas dan suka tidur dikelas.
6. Saat olahraga lagi bisa dipastikan dia akan nebeng orang atau angkutan umum untuk menuju titik 
    finisnya.

Setidaknya itulah track record dimata para gurunya. Namanya tak pernah absen disebut diruang guru, meski kadang Senja sedang absen sekalipun. Yang teman-temanya tahu, Senja suka menolong, berkata kasar hanya sebagai reaksi ketidaksukaannya pada sesuatu.

Senja....siapa yang tidak mengenalmu.
wajahmu cantik, menyiratkan ketangguhan meski kadang tampak pucat kelelahan.
Entah apa yang sedang kau tahan.

Sehari dua hari, seragam putih abu-abumu itu tak muncul bersamamu ditengah-tengah kami.
Satu Minggu....dan penghakiman pun muncul
" ah....suka bolos"
"duh...jangan-jangan minggat sama pacarnya"

Dan tibalah berita itu, tentangmu Senja.
Senja...nama yang seolah-olah mengandung makna sementara, yang sesaat kemudian akan ditelan gelap. Dan gelap benar-benar menelanmu. Cahaya Senja berpulang pada pencipta cahaya dan gelap.

Siapa yang menyangka dirimu berjalan pelan karena jantung yang kau miliki ternyata bocor
wajahmu pucat, mencoba sampai ke tempat tujuan dengan tenaga yang kau miliki dan sakit yang kau tahan.
Siapa yang mau tau, dirimu memilih kembali ke sekolah dengan naik angkot saat olahraga lari karena tenagamu memang hanya tersisa untuk itu.
Siapa yang mau menanyakan beban hidupmu, kerinduanmu dengan Ibumu yang bertahun-tahun merantau dan tak menjumpaimu.
Siapa peduli, dirimu memilih tak masuk karena tenagamu habis sudah dihari sebelumnya.

Ah....bukankah orang memang suda menghakimi
orang lebih suka bersudut pandang negatif, menebak-nebak, menyimpulkan dan sampailah pada penghakiman yang sepihak.

Saat semuanya tahu, terlambat sudah untuk menjadi peduli. Sudah tidak ada Senja yang hidup. Senja sudah bersama Sang pencipta dimana cinta utuh pasti mengobatimu dari penghakiman orang-orang yang kau tinggalkan.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar