Maaf utk tidak bisa pura2 ceria
Maaf utk mendewa-dewakan kesal dihati
Maaf utk tidak menyambut dgn penuh kehangatan meski lelahmu bgitu nampak
Maafmu smkin membuat aq bersalah
Kadang....aq bisa dibuat benci oleh diriku sendiri.
Tapi sungguh....aq hanya ingin baik utk semua
Tidak semua yg nampak mudah bagimu jg mudah bagiku
Mungkin logikaku tak pernah ada utk berpikir
Dan mungkin perasaanmu tak ada utk berpikir.
Aq dibesarkan dgn banyak cacian dan hujatan, aq hanya ingin baik buat semua. Aq terlalu takut utk disalahkan
Maaf....
Kamis, 19 Februari 2015
Selasa, 10 Februari 2015
Anast.: Yohanes Nangsiyo
Anast.: Yohanes Nangsiyo: Ayahku. Beliau adalah ayah juara nomor satu (meminjam istilah dari Andrea Hirata) Beliau seperti gudang. Gudang cerita dan pengetahuan...
Balkon dan atap-atap rumah
Diatas
balkon bersama atap-atap rumah.
Penatnya hari ini, mungkin seperti
ratusan baju yang dipaksa-paksa untuk masuk ke koper yang mungil.
Sesak pasti, sperti tak ada ruang,
atau memang itulah nyatanya.
Habis sudah ruangnya.
Berjalanku melangkah, melempar tas
dan menghela napas.
Berjalan beberapa langkah di balkon
lantai 3.
Segarnya udara yang menyapa meski
bercampur lembabnya hujan.
Ah….mungkin seperti baju yang tak
dipaksa paksa masuk ke koper.
Mata menelusuri atap2 yang tampak
dari atas.
Merasa begitu megahku…kecilnya mereka
Tinggiku….rendah mereka.
Tapi bukan itu.
Satu hal yang aku sadari,
di bawah atap-atap yang tampak kecil
dan tersebar sampai sejauh mata memandang
ada manusia2 yang menghuni dibawah
atap-atap itu
manusia dengan segala masalahnya,
dengan segala deritanya, tangisnya
dukanya maupun bahagianya.
Sesaat dalam kesendirian aku
merasakan kebersamaan yang erat.
Semu tapi nyata dirasa.
Aku bersama para manusia-manusia yang
menghuni dibawah atap-atap rumah itu.
Aku dan masalahku bersama para
manusia lain dan masalah-masalah mereka.
Bukan hanya aku saja yang merasa
penat pada hari itu.
Pastilah dibawah atap-atap itu ada
helaan napas panjang tanda kepenatan.
Bukan aku saja yang perlu helaan
napas yang super panjang, mereka juga.
Lantas…buat apa lagi aku mengeluh?
Kita punya masalah sendiri-sendiri,
mari kita hadapi, bersama.
Kita bisa menghela napas bersama,
sepanjang yang kita mau, mari menghela, bersama.
Meski kita tak pernah bersama
sesungguhnya.
Mari kita hadapi, dan sadari
kebersamaan yang semu ini.
Buat apa lagi mengeluh ? aku bersama
kalian. Kalian bersama aku.
Balkon lt. 3, 100215, 07.45 pm
By: Anast.
Minggu, 08 Februari 2015
Yohanes Nangsiyo
Beliau adalah ayah juara nomor satu (meminjam
istilah dari Andrea Hirata)
Beliau
seperti gudang. Gudang cerita dan pengetahuan
Cerita
tentang jaman sebelum merdeka
Tentang
cacar yang dideritanya waktu itu dan pakaian goni berkutu yang menempel ditubuh
kurusnya.
Jidat yang
begitu luas menyiratkan pengetahuannya yang luas.
Senyum yang
lembut menyuarakan kesabarannya.
Seseorang
pernah bilang padaku, betapa mesranya kami.
Ya..karna
waktu itu kusentil si upil dari hidungnya.
Kadang
kemesraan dan kekurang ajaran itu tidak berbatas ^.^
Dulu aku
pernah berpikir andai saja usianya lebih muda 10 tahun
Pastilah
orang tidak salah mengira aku cucunya.
Ah…jahatnya
aku ini.
Saat itu aku
masih berseragam putih abu-abu
Saat duniaku
runtuh untuk yang pertama kali
Beliau
terserang stroke yang mengakibatkan kemampuan berbicaranya hilang
Tak bisa
lagi bercengkerama, berdebat dan saling ejek
Memanggil
namaku saja tak mampu.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Diusia yang
senja, ayahku belajar membaca lagi, belajar berbicara.
Tiap pulang
sekolah dengan putih abu-abu yang masih menempel
Ku ajari
beliau membaca. Semangatnya sperti anak yang sudah sangat ingin bisa membaca.
Waktu
berlalu, aku harus tinggal di Jogja untuk menempuh ilmu
Tak bisa
lagi ku menemani untuk belajar.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Beliau
mencoba membaca doa “Rama Kawula dan Sembah Bekti” tiap malam
Dengan
terbata-bata dan pada akhirnya menjadi rangkaian doa yang indah.
Beliau
mencoba untuk membaca doa Rosario, doa yang begitu panjang
Kadang aku malu
pada dirku sendiri, enggan untuk berdoa demikian panjangnya
Tapi ayahku,
dengan keterbatasan fisiknya mampu malantunkan doa dengan sempurna.
Saat aku
dirumah, suara doanya menembus dinding tembok
Disebutkankanlah
nama kami, anak-anaknya satu persatu
Nama kami
selalu ada dalam doanya.
Saat ayahku
menjalani operasi hernia
Tak ada satu
keluhan keluar dari mulutnya.
Di usia yang
semakin senja tentu sangat mengkwatirkan.
Bukan ayahku
kalau tanpa semangat.
Para dokter
dan susterpun heran dengan daya juang dan semangatnya.
Ya…usianya
begitu senja, seakan malam sudah siap menjemput
Dan menelan
dalam gelapnya.
Kini aku
bersyukur bisa menemani ayahku melewati fase kehidupannya.
Beliau
memiliki fase yang lengkap.
Mulai dari
bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, tua, dan kembali menjadi anak-anak.
Kini ayahku
menjadi seperti kanak-kanak lagi
Yang
dibutuhkan adalah teman untuk bercanda untuk manghapu sepi.
Satu
harapannya adalah melihatku menikah.
Semoga Bapa
di Surga berkenan mengijinkan aku untuk sungkem di pangkuan ayahku
Ayah juara
nomor satu.
By : Anast.
Selasa, 03 Februari 2015
End of year vacation 2013
Dan….akhirnya berbulat tekat,
naik bis menuju pulau dewata.
Tanpa rencana yang matang hanya
bermodalkan keinginan dan niat, sampailah aku di pulau dewata dimana dulu aku
pernah berjanji untuk menginjakkan kaki disini lagi.
Day 1, (271213)
Turunlah aku dari bus safari darma raya (kalo ga salah sey itu
namanya) dan disambut dengan sesosok makhluk Tuhan yg ajaib, berbadan bulat
berkulit hitam dengan senyum sumringah berrserta deretan giginya (yang selalu
dibanggakan karna kerapiannya *dibandingkan punyaku), dan makhluk itu bernama
“Ninus”. He’s my boyfriend. Dialah alasan terkuat mengapa ak bisa sampai di
Bali. Dan dimulailah dengan petualangan kami. Senja segera menjemput kami dan
akhirnya tujuan pertama tidak lain tidak
bukan adalah landamarknya Bali tentu saja.
Pantai kuta
Pantai kuta adalah pantai yang menjadi salah satu destinasi tempat
wisata terfavorit. Terletak di selatan Denpasar, di Kabupaten Badung. Pantai
matahari terbenam adalah salah satu julukannya. Dan pas di kuta terdapat pohon
natal yang dibuat dari kaleng bir anker yang tercatat di museum MURI, ye..ye…
Dan salah satu hal yang tidak mengenakkan saat liburan akhiran tahun
adalah suasana yang super duper ramai, wisatawan lokal buanyaaaak sekali.
Tujuan kami para wisawatan pastilah sama yaitu “refreshing”. Menghilang sejenak
dari rutinitas pekerjaan dan hal2 yang dilakukan sehari-hari. Setelah puas
berfoto ria tibalah saatnya untuknya menikmati Mr. Sun tenggelam seolah ditelah
hamparan laut.
Jauh-jauh ke Bali, berkendara berjam-jam dan menyeberang lautan untuk
menikmati sop ceker, baca sekali lagi “ceker”. Ga karna di Bali terus cekernya
jadi 6 jari, sama ajja, tetep lima. Berhubung gemar ceker jadinya ya cari ceker
deh.
Day 2, (281213)
Pagi Bali….pagi Denpasar ^.^
Dengan stlye orang selayaknya yang sedang liburan dan berbackpacker
ria (*dan tanpa pertimbangan yang matang), dengan semboyan “JADI HITAM (dari yg
agak hitam), SIAPA TAKUT?” meski dalam hati agak ragu juga..hehehe. Dengan hot
pant, kaos kutung, tas ransel yang setia menempel dipunggung. Tujuan yang
diidam-idamkan adalah Tanah Lot. Biarpun udah pernah kesana 2x tapi bagiku
secara pribadi tempat itu indahnya dan mistisnya tak dapat digambarkan dengan
kata-kata (karna menggambar pastilah dgn pensil cs). Berbekal sate diperut,
kamipun melaju dengan motor yang dipaksa kerja rodi, berbekal HP ber-GPS, dan
plang penunjuk jalan. Brem..brem..brem, tibalah kami di pom bensin dan bertemu
dengan seorang ibu yang baik hatinya
Ibu : (dengan logat
balinya) “liburan dek ?”
Me : “ iya bu” dengan
sumringah.
Dan datanglah si item bullet (baca: ninus) dengan (tidak) gagahnya.
Ibu : “mau kemana?”
Me : “Tanah lot”
Ibu : “ kalian sudah
kawin belum?”
Aku dan si Ninuz berpandang-pandangan, dengan tanda Tanya di jidat
kami. Maksudnya apa niiih kok sampai kawin2 segala.
Ninus : (tanpa berdosa dan
tanpa dipikir) “ iya..sudah bu”
Ibu “ooo… ya sudah kalau sudah kawin gpp.
Soalnya kalau masih pacaran apa tunangan nanti kalau ke Tanah Lot bisa putus. Beneran lho itu
dek..udah banyak kasusnya.
Dan berbekal pernyataan dari si Ibu yang kebenarannya belum
terverifikasi, kamipun pindah haluan alias pindah tujuan. Dalih kami adalah
“daripada kita kepikiran”. Ya sudah…dari yang tadinya kami mo ke pesisir kami
pindah ke naik-naik ke puncak bukit. Dengan motor yang meraung-raung dipaksa
bekerja diluar kapasitasnya, sampailah kami di Bedugul dengan paha yang bebas
disengat Mr. Sun anytime, anywhere. Salah satu tempat yang mencerminkan Bali
banget dengan pure-purenya plus upacara
adat.
Tahun 2002 dan 2006 pernah kesini tpi ternyata di spot yang lain. Meski paha rasanya kaya dioles balsem tapi
udaranya cukup cesss, sejuk dan dingin.
Hari makin panas, makin lapar kamipun turun bukit dan mampirlah di café
tahu. Serba tahu…menyeberang lautan untuk makan tahu. Setelah para tahu
memenuhi perut perjalanan dilanjutkan. Brem…brem…bremm, berhubung t4 yang kami
tinggali ga jauh dari kuta, kamipun kembali ke kuta, menyapa Mr Sun melihatnya
berlalu dari pandangan. Malam pun datang, kami nikmati dengan berjalan-jalan
dikawasan Legian, dua hal yang dicari orang-orang dikawasan itu. 1) hiburan 2)
uang. Berhenti sejenak di monumen ground zero Bali. Monument yang didedikasikan
untuk 202 korban Bom Bali 1 yang terjadi pada 12 Oktober 2012. Nama-nama para korban
tertulis di monument tersebut. Istirahatlah dengan tenang…. Legian ibarat
jantung kehidupan malam di Bali, alunan musiknya, dentingan gelasnya, gelak
tawanya, tarian-tariannya dan silau cahayanya. Sepertinya tidak ada kata
kesepian disana, atau mungkin tangisnya tersamarkan oleh hingar bingarnya.
Dan…malam kamipun ditutup oleh babi guling yang berguling-guling
diperut.
Day 3, (291213)
Pagiii Bali….akan kemana kita hari ini ??
Berbekal pengalaman dihari ke 2 akan si Paha yg terbakar Mr Sun dengan
ganasnya, maka style orang liburan tetap dipertahankan dengan tambahan kain
Bali yang melilit untuk menutup bagian kaki, khususnya paha yang sudah memerah
seperti udang rebus. Dan destinasi hari ini adalah “all about beach” rencana
sey gitu. Berbekal Gps dan tekad untuk menemukan Padang-Padang beach.
Brem..brem..brem.. perjalanan dimulai. Entah kearah mana waktu itu kami melaju.
Dan di GPS menujukkan kalau kami akan melewati GWK alias Garuda Wisnu Kencana. Yang
menjadi ikon disana adalah patung Garuda Wisnu Kencana, karya pematung terkenal
Bali, I nyoman Nuarta. Patung tersebut berwujud Dewa Wisnu yang dalam agama
Hindu adalah Dewa Pemelihara, mengendarai burung Garuda. Rencananya kalau
patung ini selesai akan menjadi patung terbesar di dunia mengalahkan patung Liberty,
tapi saya kurang tahu pasti apakah pekerjaannya masih dilanjutkan atau tidak,
karna saat SMA sampai terakhir ke sana rasanya masih sama pemandangannya. Hal
yang menakjubkan dari Bali adalah budayanya. Gabungan dari keindahan alam dan
budayanya menjadikannya sungguh sungguh special. Seindah apapun alam disana
tanpa adanya pure-pure yang menjulang pastilah tak akan menjadi luar biasa. GWK
merupakan Taman Budaya dimana (mungkin) setiap hari diadakan pertunjukkan. Dan
disanalah aku. Dengan girang duduk di bangku2 batu deretan depan menanti si
Barong keluar. Puas bersama si Barong dan kawan-kawan saatnya lanjuuut
perjalanan. Semakin ke pinggir, mencari pesisir. Dan muncullah destinasi pantai
dreamland di GPS, tanpa ragu-ragu kami ikuti saja petunjuk jalan. Go
straight…turn left…turn right. Dan
terlihatkan seolah sudah dekat, hamparan hijau yang begitu tenang dan
silau. Bukan sawah yang membentang, dan tidak lain tidak bukan adl pantai
dreamland yg dari kejauhan berwarna hijau. Merasa sudah dekat, berbeloklah
kami. Go straight….straiiiiight terus dan ga sampai2. Masih jauh ternyata,
kalau balik sia-sia perjalanan yg sudah dilewati akhrinya si “straight”
berujung juga. Sampailah kami dihamparan si laut hijau, yang kalau dari dekat
ya jadi biru semu-semu *&^^%$#@. Berfoto ria dengan style yg oke dihati
sepet dimata, topi lebar yg menutupi muka, paha gosong dan sandal jepit
kebanggaan. Setelah makin hitam legam saatnya menyudahi. Dan tertahanlah kita
pada penjual jagung bakar yg selidik punya selidik dari Jawa. Jagung bakar
juara 1 terenak yang pernah aku makan. Ditemani jagung bakar diperut, mulailah
lagi perjalanan ke pesisir. Pantai Padang-padang. Pantai ini makin dikenal saat
menjadi lokasi syuting Eat, Pray & Love yg dibintangi Julia Roberts. Pantai
yang memberikan sensasi tersendiri. Hamparan pasir putih dan warna air lautnya
yang biru kehijauan. Untuk mencapai pantai, terlebih dahulu harus masuk goa
dengan jalan menurun yang sempit. Keluar dari goa disambut oleh monyet-monyet
yang sepertinya sudah terbiasa dengan para wisatawan. Eksotisnya….rrrrr banget.
Sayang di lokasi ini tak ada moment yang diabadikan karna faktor lelah sangat
dan ingin totalitas memanjakan mata dengan keindahannya. Disana kamipun
menemukan musisi, musisi pantai…begitu aku menyebutnya. Dengan alat yang
menyerupai wajan ia melantunkan nada-nada yang tak biasa. Ajaib. Sebenarnya
tidak jauh dari situ ada pertunjukan tari kecak dengan tiket Rp 75.000,- pada
waktu itu. Tapi karna sudah terlalu sore jadi ga bisa nonton deeeh L. Senja datang lagi dan
selamat datang wahai malam. Saatnya berburu ole-oleh. Pilihan kami jatuh pada
Khrisna. Tempat yang nyaman dan apapun ada. Belanja ..belanja, yeey.
Day 4, (301213)
Dan…ini adalah hari terakhir di Bali, kurang puas cz kurang lama.
Masih banyak yang ingin dinikmati. Tapi apa daya kantong sudah menipis. Pagi
sampai siang kembali berburu oleh-oleh, entah di toko apa waktu itu. Saatnya
berpacking, berransel ria menuju terminal bus menanti si safari datang.
Menikati Bali dari balik kacanya ditemani suara ngorok si makhluk ajaib (baca:
ninus).
Sampai ketemu lagi Bali….
Dan saat sebuah lagu melantun “di kuta Bali…kau peluk erat tubuhku”
Aku punya kenangan tentangnya, tentang Kuta dan tentang kita. Aku dan
Kamu.
![]() |
| Kuta beach |
| Dreamland Beach |
Langganan:
Komentar (Atom)

